Besok SIM saya masa berlakunya habis. Yeah benar, berarti besok saya ulang tahun. Iya terima kasih, terima kasih. Oh, nggak usah repot-repot, doakan saja yang baik-baik, iya, aamiin... .
Sempat ber-"haduh" juga karena hari ini hari jumat dan saya tidak tahu jam kerja Satpas sampai jam berapa. Tapi akhirnya berangkat juga, sudah hampir jam sembilan pagi saat saya sampai Satpas SIM Singosari, Malang.
Sempat ber-"haduh" juga karena hari ini hari jumat dan saya tidak tahu jam kerja Satpas sampai jam berapa. Tapi akhirnya berangkat juga, sudah hampir jam sembilan pagi saat saya sampai Satpas SIM Singosari, Malang.
Parkir tersedia di belakang kantor sekaligus tempat pengurusan SIM. Setelah memarkir kendaraan saya muter-muter lihat keadaan yang ternyata beda dengan yang saya baca dari info online. Tidak ada ujian menggunakan simulator di sini.
Motto saya, "jika bingung, jangan tanya calo, tapi pergilah ke tempat fotocopy" (ngarang :D ), maka pergilah saya ke sana.
Ohya. Biaya parkir: Rp. 3000,-
Sesampai tempat fotocopy yang saat itu sangat sepi, tidak ada antrian sama sekali, saya menyerahkan KTP dan dua SIM lama saya yang dengan cekatan difotocopy sama "masnya" tanpa tanya apa-apa. Lah, jadi saya terpaksa tanya. Lihat hasil fotocopy, 4 copy untuk masing-masing.
"Mas, kalau mau perpanjangan caranya gimana?"
"Ya cukup fotocopy ini masing-masing mas"
"KTP-nya juga cuma 3? Nggak 6"
"oh, nggak perlu. Nanti beli map-nya juga cukup satu saja di sebelah"
Tadaa..., itu info yang sangat penting. Tinggal satu.
"Lha ini kok fotocopynya rangkap 4 mas?"
"Iya, yang satu nanti bawa ke tempat cek kesehatan, mereka minta satu copy KTP dan SIM"
Saya sungguh terbantu dengan "masnya" ini.
Fotocopy: Rp. 5000,- (sepertinya satu paket, karena saya juga dapat pulpen)
Menuju lapak sebelah, semacam koperasi, saya sudah disodori map bercetak huruf A besar oleh "ibuknya" yang tadi dengar percakapan kami.
"Tiga ribu mas, sambil nanti dikasih garis miring C ya. Kalau dobel memang gitu"
"Gimana buk?"
Akhirnya malah dituliskan sama "ibuknya"
Map : Rp. 3000,-
Lanjut keluar gedung Satpas ke jalan raya, sekitar 50 m dari Satpas, ke tempat cek kesehatan. Di perjalanan kaki yang cuma 50 m tersebut, banyak sapaan calo dan tawaran yang paling aman dibalas dengan senyum.
Contoh percakapan aman:
"Cek kesehatan mas?"
"Nggih"
"Perlu dibantu"
"Hehehe, mboten"
"Mung telungatusewu kok mas"
"Hehehe"
(Sambil tetap senyum dan mempercepat langkah)
Sampai di tempat cek kesehatan. Cukup sepi, atau 'sangat' sepi. Tak ada antrian sam sekali. Saya menuju ke petugas daftar. "Pak-pak" petugas pendaftaran sempat mengernyit saat saya menyerahkan berkas.
"Loh, ini ndak ke Batu saja to mas?" sambil lihat fotokopi KTP dan kedua SIM saya.
"Biasane nggih wonten mriki Pak. Menapa sampun gantos?"
"Kudune nenh Batu"
"Oh, ngoten?"
"Cobaen, ae wis. Yen ora tembus ya resiko, neng Batu".
Waduh. Saya bahkan tidak tahu kalau di Batu sekarang ada tempat untuk mengurus SIM sendiri. Tetapi lima tahun yang lalu saya juga di sini. Maka saya lanjut terus.
Lanjut tanya, :)
"Pak kalau cek kesehatan nanti apa harus dua kali? Soalnya saya memperpanjang A dan C sekaligus"
"Ndak usah, nanti dapat surat dua kok, mbayarnya tetap satu"
Yes.
Karena tidak ada antrian, saya langsung diminta masuk dan "cek kesehatan", yang memakan waktu tidak sampai 3 menit. Dari petugas kesehatan maupun administrasi.
(Saya sempat ditanya apakah punya penyakit jantung, asthma, diabetes, ginjal,... yang dengan berat hati saya bilang tidak punya karena tidak memiliki bukti sertifikat sakit prestis tersebut)
Cek Kesehatan: Rp. 20.000,-
Keluar tempat cek kesehatan, kembali dihadang oleh orang-orang yang menyapa dengan ramah. Yang juga saya jawab dengan ramah, sambil mempercepat langkah.
Kembali ke Satpas. Menuju ruang yang pintunya bertuliskan PINTU MASUK.
Pertama, ambil formulir.
"Baru apa perpanjangan mas?" Tanya Pak Petugas.
"Perpanjangan Pak"
"Sudah kesehatan?"
"Sampun" (sambil dalam hati bilang "Struktur kalimatnya salah Pak" :) )
Beliau menerima map saya dan langsung tahu dari "garis miring C" kalau saya mengurus perpanjangan dua SIM. Beliau memberi SATU blangko formulir.
"Dua SIM ya. Isi satu blangko saja" Kata beliau yang mengantisipasi pertanyaan/protes yang mau saya ajukan.
"Oh, nggih"
Nah, saat mengisi blangko saya jadi ingat kalau KTP yang saya fotocopy adalah e-KTP lama. Yang baru masih belum jadi. Nah saya bingung mau menggunakan data yang mana.
Takdir menuntun saya. Saya tidak ingat apapun tentang data di e-KTP baru, karena memang belum jadi dan saya tidak ingat sama sekali ketika mengajukan e-KTP saat pindah dulu saya menulis apa saja. Jadilah saya mengisi blangko dengan data lama.
Saya kembalikan blangko ke bapak Petugas yang kemudian memberikan nomor antrian dan mempersilakan saya masuk ke ruang tunggu ber-AC. Keren. Tetapi saya sering masuk angin kalau di ruang ber-AC, yeah ndeso, jadi saya mencari tempat sejauh mungkin dari AC, hehehe.
Belum sepuluh menit saya sudah dipanggil untuk membayar biaya perpanjangan di loket BRI.
Total biaya perpanjangan untuk 2 SIM (A dan C): 155.000,-
Selesai membayar, saya dipersilakan ke ruang tunggu lagi. Dan belum lima menit, saya kembali dipanggil untuk ke ruang registrasi.
Ruang ini digunakan untuk mengupdate dan memastikan kebenaran data dan ... kejutan...
Data yang saya tulis di blangko ternyata tidak berlaku sama sekali, kecuali NIK. Dan Petugas juga tidak berkomentar sama sekali. Data yang tertera di komputer yang sepertinya terhubung ke database e-KTP menunjukkan data terbaru saya. Dan data itulah yang akan dimasukkan ke SIM saya. Horee... .
Petugas kemudian bahkan melangkapi data-data yang belum ada seperti golongan darah, nama ayah ibu dan nomor telepon. Keren.
Selesai registrasi, saya langsung dipersilakan untuk menuju ruang pemotretan. Tak ada antrian sama sekali.
Di ruang ini tidak hanya dilakukan pemotretan, namun juga pengambilan sidik semua jari tangan. Dan karena saya memperpanjang dua SIM, kesepuluh jari saya diambil sidik-nya dua kali, tanda tangan di digital reader dua kali, dan dipotret dua kali. Dan selesai, saya dipersilakan menunggu di ruang tunggu di depan tempat pencetakan SIM.
Saya kira inilah bagian terlama dari proses ini, menunggu cetak. Eh, tapi lagi-lagi sekitar lima menit berikutnya nama saya sudah dipanggil dan dua SIM sudah di tangan, A dan C. Dengan alamat e-KTP terbaru. Wow.
Biaya-biaya
Rp. 3.000,- (Parkir)
Rp. 5.000,- (Fotocopy)
Rp. 3.000,- (Map)
Rp. 20.000,- (Cek Kesehatan)
Rp. 155.000,- (Biaya Proses Perpanjangan SIM)
Motto saya, "jika bingung, jangan tanya calo, tapi pergilah ke tempat fotocopy" (ngarang :D ), maka pergilah saya ke sana.
Ohya. Biaya parkir: Rp. 3000,-
Sesampai tempat fotocopy yang saat itu sangat sepi, tidak ada antrian sama sekali, saya menyerahkan KTP dan dua SIM lama saya yang dengan cekatan difotocopy sama "masnya" tanpa tanya apa-apa. Lah, jadi saya terpaksa tanya. Lihat hasil fotocopy, 4 copy untuk masing-masing.
"Mas, kalau mau perpanjangan caranya gimana?"
"Ya cukup fotocopy ini masing-masing mas"
"KTP-nya juga cuma 3? Nggak 6"
"oh, nggak perlu. Nanti beli map-nya juga cukup satu saja di sebelah"
Tadaa..., itu info yang sangat penting. Tinggal satu.
"Lha ini kok fotocopynya rangkap 4 mas?"
"Iya, yang satu nanti bawa ke tempat cek kesehatan, mereka minta satu copy KTP dan SIM"
Saya sungguh terbantu dengan "masnya" ini.
Fotocopy: Rp. 5000,- (sepertinya satu paket, karena saya juga dapat pulpen)
Menuju lapak sebelah, semacam koperasi, saya sudah disodori map bercetak huruf A besar oleh "ibuknya" yang tadi dengar percakapan kami.
"Tiga ribu mas, sambil nanti dikasih garis miring C ya. Kalau dobel memang gitu"
"Gimana buk?"
Akhirnya malah dituliskan sama "ibuknya"
Map : Rp. 3000,-
Lanjut keluar gedung Satpas ke jalan raya, sekitar 50 m dari Satpas, ke tempat cek kesehatan. Di perjalanan kaki yang cuma 50 m tersebut, banyak sapaan calo dan tawaran yang paling aman dibalas dengan senyum.
Contoh percakapan aman:
"Cek kesehatan mas?"
"Nggih"
"Perlu dibantu"
"Hehehe, mboten"
"Mung telungatusewu kok mas"
"Hehehe"
(Sambil tetap senyum dan mempercepat langkah)
Sampai di tempat cek kesehatan. Cukup sepi, atau 'sangat' sepi. Tak ada antrian sam sekali. Saya menuju ke petugas daftar. "Pak-pak" petugas pendaftaran sempat mengernyit saat saya menyerahkan berkas.
"Loh, ini ndak ke Batu saja to mas?" sambil lihat fotokopi KTP dan kedua SIM saya.
"Biasane nggih wonten mriki Pak. Menapa sampun gantos?"
"Kudune nenh Batu"
"Oh, ngoten?"
"Cobaen, ae wis. Yen ora tembus ya resiko, neng Batu".
Waduh. Saya bahkan tidak tahu kalau di Batu sekarang ada tempat untuk mengurus SIM sendiri. Tetapi lima tahun yang lalu saya juga di sini. Maka saya lanjut terus.
Lanjut tanya, :)
"Pak kalau cek kesehatan nanti apa harus dua kali? Soalnya saya memperpanjang A dan C sekaligus"
"Ndak usah, nanti dapat surat dua kok, mbayarnya tetap satu"
Yes.
Karena tidak ada antrian, saya langsung diminta masuk dan "cek kesehatan", yang memakan waktu tidak sampai 3 menit. Dari petugas kesehatan maupun administrasi.
(Saya sempat ditanya apakah punya penyakit jantung, asthma, diabetes, ginjal,... yang dengan berat hati saya bilang tidak punya karena tidak memiliki bukti sertifikat sakit prestis tersebut)
Cek Kesehatan: Rp. 20.000,-
Keluar tempat cek kesehatan, kembali dihadang oleh orang-orang yang menyapa dengan ramah. Yang juga saya jawab dengan ramah, sambil mempercepat langkah.
Kembali ke Satpas. Menuju ruang yang pintunya bertuliskan PINTU MASUK.
Pertama, ambil formulir.
"Baru apa perpanjangan mas?" Tanya Pak Petugas.
"Perpanjangan Pak"
"Sudah kesehatan?"
"Sampun" (sambil dalam hati bilang "Struktur kalimatnya salah Pak" :) )
Beliau menerima map saya dan langsung tahu dari "garis miring C" kalau saya mengurus perpanjangan dua SIM. Beliau memberi SATU blangko formulir.
"Dua SIM ya. Isi satu blangko saja" Kata beliau yang mengantisipasi pertanyaan/protes yang mau saya ajukan.
"Oh, nggih"
Nah, saat mengisi blangko saya jadi ingat kalau KTP yang saya fotocopy adalah e-KTP lama. Yang baru masih belum jadi. Nah saya bingung mau menggunakan data yang mana.
Takdir menuntun saya. Saya tidak ingat apapun tentang data di e-KTP baru, karena memang belum jadi dan saya tidak ingat sama sekali ketika mengajukan e-KTP saat pindah dulu saya menulis apa saja. Jadilah saya mengisi blangko dengan data lama.
Saya kembalikan blangko ke bapak Petugas yang kemudian memberikan nomor antrian dan mempersilakan saya masuk ke ruang tunggu ber-AC. Keren. Tetapi saya sering masuk angin kalau di ruang ber-AC, yeah ndeso, jadi saya mencari tempat sejauh mungkin dari AC, hehehe.
Belum sepuluh menit saya sudah dipanggil untuk membayar biaya perpanjangan di loket BRI.
Total biaya perpanjangan untuk 2 SIM (A dan C): 155.000,-
Selesai membayar, saya dipersilakan ke ruang tunggu lagi. Dan belum lima menit, saya kembali dipanggil untuk ke ruang registrasi.
Ruang ini digunakan untuk mengupdate dan memastikan kebenaran data dan ... kejutan...
Data yang saya tulis di blangko ternyata tidak berlaku sama sekali, kecuali NIK. Dan Petugas juga tidak berkomentar sama sekali. Data yang tertera di komputer yang sepertinya terhubung ke database e-KTP menunjukkan data terbaru saya. Dan data itulah yang akan dimasukkan ke SIM saya. Horee... .
Petugas kemudian bahkan melangkapi data-data yang belum ada seperti golongan darah, nama ayah ibu dan nomor telepon. Keren.
Selesai registrasi, saya langsung dipersilakan untuk menuju ruang pemotretan. Tak ada antrian sama sekali.
Di ruang ini tidak hanya dilakukan pemotretan, namun juga pengambilan sidik semua jari tangan. Dan karena saya memperpanjang dua SIM, kesepuluh jari saya diambil sidik-nya dua kali, tanda tangan di digital reader dua kali, dan dipotret dua kali. Dan selesai, saya dipersilakan menunggu di ruang tunggu di depan tempat pencetakan SIM.
Saya kira inilah bagian terlama dari proses ini, menunggu cetak. Eh, tapi lagi-lagi sekitar lima menit berikutnya nama saya sudah dipanggil dan dua SIM sudah di tangan, A dan C. Dengan alamat e-KTP terbaru. Wow.
Biaya-biaya
Rp. 3.000,- (Parkir)
Rp. 5.000,- (Fotocopy)
Rp. 3.000,- (Map)
Rp. 20.000,- (Cek Kesehatan)
Rp. 155.000,- (Biaya Proses Perpanjangan SIM)